Rabu, 27 Mei 2009

dragon ball evolution

Berkaca pada film adaptasi video-game produksi Universal Pictures pada 1994, Street Fighter, setinggi apakah seharusnya ekspektasi para moviegoers Indonesia terhadap film Dragonball Evolution yang bakal rilis April 2009 nanti? Kembali pada 1991, saya ingat sekali bagaimana saya menyukai video-game keluaran Capcom itu dengan karakter-karakter fenomenalnya seperti Ken, Ryu, dan Guile. Kesuksesan Capcom dengan Street Fighter waktu itu langsung diikuti dengan produksi komiknya yang laris manis di pasaran. Munculnya Street Fighter seperti menjadi momentum bersejarah bagi komik ataupun video-game asal Jepang yang “menginvasi” anak-anak dan remaja di Indonesia waktu itu. Meskipun Dragonball lebih dulu hadir dalam kancah perkomikan, Street Fighter lebih dulu terkenal di Indonesia.



Jika Anda membaca berbagai versi komik berseri Street Fighter maupun Dragonball, Anda akan menemukan benang merah yang menjadi bumbu terpenting dalam kisah-kisahnya. Adalah dua kata; fiksi dan hiperbolis yang dimaksudkan di sini. Bola sinar (yang diucapkan “Hadoken” atau “kamehameha”) menjadi kekuatan super yang terkenal di kedua komik ini, dan pastinya menjadi tolak ukur kehebatan sang jagoan. Ketika film Street Fighter yang dibintangi oleh Jean Claude Van Damme sebagai William F. Guile muncul dengan trailernya di televisi, terus terang, saya merasa senang sekaligus ragu-ragu. Pasalnya, saya yakin sekali waktu itu (bahkan sampai sekarang) untuk membuat film berbasis cerita jagoan-jagoan yang memiliki kekuatan super dibutuhkan teknologi animasi paska produksi yang canggih dan proses casting yang sangat melelahkan. Street Fighter memang mengecewakan waktu itu, walaupun menghibur. Plot cerita yang diubah, proses casting yang sangat tidak relevan, dan teknologi perfilman yang ala kadarnya pada saat itu. Jika Anda sudah membaca komik-komik Street Fighter, Anda tahu Guile pasti bisa jauh lebih baik dari hanya melakukan tendangan sabit (sonic boom) yang nyatanya lebih terlihat seperti akrobat sirkus.

Sekarang mari kita cermati Dragonball Evolution yang menceritakan perjalanan Goku dari kecil hingga masa dewasanya. Dengan postur tubuh besar, berotot, dan berambut seperti pisang, bagaimana mencari karakter yang serupa dengan Son Goku dalam dunia nyata? Kehadiran Justin Chatwin pun sama buruknya dengan JCVD yang memerankan Guile dalam Street Fighter, beserta beberapa penambahan karakter pembantu yang biasanya dipaksakan. Meskipun Dragonball Evolution didanai dengan biaya yang besar oleh Stephen Chow, dikerjakan oleh tim animasi penggarap The Matrix Trilogy, dan ditangani oleh 20th Century Fox, hal ini sepertinya belum cukup untuk menggegerkan film ini dengan detail-detail yang relevan dengan komiknya. Bagaimanapun juga, saya masih penasaran apa jadinya jika Dragonball Evolution ini ditangani oleh Michael Bay dan Steven Spielberg.

Di sinilah letak polemik, film-film seperti Street Fighter atau Dragonball Evolution mungkin lebih baik hidup dalam dunia animasi saja. Saat ini teknologi perfilman jauh lebih berkembang jika dibandingkan pada 1994, tapi janganlah mengubah kisah para pahlawan super fiksi ini menjadi film layar lebar dengan pemeran baru yang tidak representatif dan masuk akal. Lalu bagaimana Anda akan menyikap Dragonball Evolution nanti? Jika Anda penggemar berat Dragonball dan menganggapnya sebagai bagian dari masa kecil Anda yang berharga, mungkin Anda akan kecewa melihat film ini (yang mana sudah terbaca dari trailernya). Namun jika Anda memang seorang moviegoer sejati, tontonlah film ini sebagai hiburan semata dan gantunglah harapan Anda pada penggarapan animasinya


0 komentar:

Posting Komentar

 

Home | Blogging Tips | Blogspot HTML | Make Money | Payment | PTC Review

manchester © Template Design by Herro | Publisher : Templatemu